Rabu, 28 September 2022

Kemuliaan Guru yang Dirampas Zaman


 

Guru seharusnya sosok panutan yang digugu dan ditiru. Ditangannyalah dititipkan kaum muda untuk dikembangkan menjadi insan yang menjunjung tinggi moralitas dan martabat kemanisiaan. Jangan tanyakan berapa gaji yang diperoleh seorang guru karena itu tak sebanding dengan apa yang telah mereka lakukan. Dedikasi dan jasa guru pada upaya pencerdasan bangsa akan selalu terukir sekalipun napas sudah berpisah dari raga. Namun dewasa ini pandangan terhadap figure mulia guru mulai luntur. Hal ini tercermin dari banyaknya kasus yang menimpa guru. Guru seolah berada di persimpangan jalan. Dalam menjalankan tugasnya, guru kini sering dibayangi berbagai ancaman mulai dari yang ringan sampai dengan jeruji besi. Kondisi sekarang sangat berbeda dengan masa lalu. Di masa lalu, tindakan guru menegur murid merupakan bagian dari bentuk perhatian guru. Tak heran, guru zaman dulu sangat berwibawa di mata siswa dan masyarakat. Bayangkan, jika guru sudah menatap siswa dengan tatapan diam, maka siswa pun akan segera menyadari kesalahannya. Taka da yang melaporkan atau menuduh guru telah melakukan pelanggaran HAM karena sang guru menegur atau memberikan sanksi atas kesalahan siswanya. Tetapi apa boleh buat, zaman telah berubah. Dulu guru adalah teladan, sosok guru yang harus dihormati, kini justru terbalik. Guru di zaman sekarang dianggap sebagai “mesin” akademik saja, bukan sebagai sosok yang haraus diteladani, disayangi, dan dihormati di dalam maupun di luar lingkungan sekolah. Tidak mengherankan, banyak kasusu murid yang tak layak kepada guru telah membawa akibat runtuhnya moralitas kaum muda. Belum lama ini dunia pendidikan Indonesia digemparkan dengan berbagai kasusu kekerasan siswa terhadap gurunya. Dari berbagai jenis latar belakang dan kronologi kasus menggambarkan ada yang salah dalam etika dan moralitas siswa. Kenyataan ini semakin mempertegastentang pentingnya pendidikan karakter bagi siswa. Pendidikan karakter tidak hanya berfokus pada penyampaian materi akademik saja, tapi juga mengembangkan etika serta sopan santun tentang bagaimana seharusnya siswa bersikap dan menghormati guru. Kita patut belajar memuliakan guru dari negeri Jepang. Ketika bom atom dijatuhkan di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945, Kaisar Hirohito memerintahkan Menteri Pendidikan menghitung jumlah guru yang masih hidup. Para guru dikumpulkan dan diberikan tugas berat untuk membangun Jepang menjadi bangsa yang unggul. tangguang jawab lingkungan sekolah,. Dimulai dari keluarga yang menanamkan Mengembalikan kembali prespektif kemuliaanseorang guru adalah langkah nyata yang harus dilakukan semua komponen masyarakat. Tak hanya nilai agama dan etika, lingkungan dan media massa pun harus berhati-hati dalam memberikan segala tontonan dan informasi. Karena baik langsung maupun tidak langsung hal-hal tersebut membentuk watak seorang siswa yang sedang proses pencarian jati diri. Selain itu, membangun komunitas, baik antara siswa dan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung baku hantam. Jangan sampaidunia pendidikan Indonesia tercoreng dengan ungkapan “guru sibuk mengajar, sedang siswa sibung menghajar”.



Published by: Bidang Media dan Informasi

Written by: Jumiati


Tidak ada komentar:

Posting Komentar