Rabu, 28 September 2022

Pendidikan Sebagai Tolak Ukur Seorang Perempuan

Pendidikan Sebagai Tolak Ukur Seorang Perempuan



Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia.” – Nelson Mandela. Banyak orang beranggapan, pendidikan tinggitinggi itu tidak perlu. Apalagi untuk perempuan. Untuk apa perempuan sekolah tinggitinggi? Toh, nantinya bakal jadi istri orang juga. Toh, nantinya bakal di dapur juga. Halhal seperti ini kebanyakan dikatakan oleh orangtua-orangtua kita, yang masih percaya dengan zaman Siti Nurbaya. Siti Nurbaya saja, bisa dipinang oleh Datok Maringgih yang kaya raya, kata mereka. Pemikiran-pemikiran close minded seperti itu hanya akan menurunkan kualitas negara kita. Apa salahnya seorang perempuan mengenyam pendidikan tinggi? Apa salahnya seorang perempuan mengejar gelar Doktor sampai harus meninggalkan kampung halamannya? Tidak ada yang salah! Ingatlah, seorang anak yang cerdas dari rahim ibu yang juga cerdas pula. Banyak contoh yang dapat kita lihat dari perempuan-perempuan cerdas di Indonesia. Sebut saja Tasya Kamila dan Maudy Ayunda. Tasya Kamila mengenyam pendidikan di Columbia University, AS. Sedangkan Maudy Ayunda baru saja menyelesaikan pendidikan S2 nya di Oxford University, Inggris. Ini pembuktian dari mereka, bahwa perempuan pun dapat memiliki gelar setinggi langit. Pandangan orang-orang ke perempuan di zaman dulu dan sekarang pun sepertinya mulai berubah. Tetapi memang tidak banyak orang yang menyetujui seorang perempuan menjadi “wanita karier” karena gila bekerja. Ini memang masih menjadi pro dan kontra di kalangan laki-laki dan perempuan. Banyak laki-laki berpikiran, hanya laki-laki yang pantas mengenyam pendidikan tinggi dan bekerja. Tetapi, akankah lebih baik jika laki-laki dan perempuan menikah, mereka samasama bekerja? Mengapa bekerja? Tentu saja karena pendidikan mereka sama-sama tinggi. Dampak positif dan negatif pun seharusnya sudah mereka ketahui. Apa dampaknya jika seorang perempuan menyamakan derajatnya dengan laki-laki, dengan mengenyam pendidikan yang sama? Seperti yang kita tahu, kebanyakan wanita berpendidikan tinggi, juga ingin bekerja yang giat. Karena itu, anak mereka kemungkinan dititipkan dengan neneknya, atau baby sitter. Hal-hal seperti ini memang tak dapat terelakkan, tetapi jangan sampai menyurutkan semangat kita, seorang perempuan, untuk mengenyam pendidikan. Setinggi, sejauh, dan seluas apapun. ISI Pendidikan dan perempuan, kedua elemen yang berbeda namun tak dapat dipisahkan. Sistem pendidikan jika tak dapat menyertakan perempuan maka itu bukan esensi pendidikan, karena pendidikan adalah bagaimana menciptakan keadilan yang humanis. Pemikiran akan pentingnya pendidikan untuk perempuan tak hanya dilayangkan oleh para pemikir Barat saja, namun dalam konteks Indonesia. Sedangkan di Indonesia sendiri, terdapat faktor ekonomi yang menjadi faktor ketertinggalan perempuan untuk merasakan pendidikan. Alasan lain menyebutkan bahwa adanya intervensi atau campur tangan dan pendidikan, ketika perempuan ingin melanjutkan studi yang lebih tinggi. Maka akan ada hambatan yang menjelaskan bahwa pernikahan menjadi urusan utama daripada studi. Hambatan dan faktor-faktor tersebut menjadi alasan atau penyebab perempuan tidak melanjutkan mendidikan. Hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir hambatan dan faktor-faktor tersebut ialah keinginan diri sendiri. Tekat untuk melanjutkan studi yang besar, faktor ekonomi yang kurang, apakah bisa melanjutkan pendidikan? Tentu bisa dengan kita giat belajar dan mendapat beasiswa. Jumlah perempuan yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada saat ini sudah tentu lebih banyak dari pada tahun 70-80an. Sering dan semakin terbukanya kesempatan itu tentu saja banyak angan-angan dan harapan yang ingin diraih. KESIMPULAN Pendidikan adalah hak setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk mendiskriminasikan pendidikana perempuan indonesia. Sehubung dengan itu maka budaya-budaya dan segala hal yang menghambat kesempatan kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan diperhatikan oleh yang berdaya seperti pemerintah, orang tua terhadap anak, orang yang kaya terhadap orang miskin karena pendidikan adalah salah satu jalan menjadi perempuan sebagai agen perubahan dan bukan sekedar penerima program pemberdayaan secara pasif. Pendidikan merupakan faktor utama yang memungkinkan perempuan memiliki indenpendent atau kemandirian yang kuat terutama kemandirian di bidang ekonomi keluarga.


Published by: Bidang Media dan Informasi

Written by: Anisa 




 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar