Rabu, 28 September 2022

"Utang Luar Negeri Indonesia”


 

"Utang Luar Negeri Indonesia”


Akhir - akhir ini, Indonesia sedang di ributkan dengan utang luar negeri yang setiap tahunnya meningkat tinggi. Utang luar negeri atau biasa juga disebut kredit luar negeri, yaitu sebagian dari total utang suatu negara yang diperoleh dari kreditor di luar negeri dalam artian negera luar, selain itu Negara tersebut Penerimaan utang luar negeri di dapat dari beberapa pihak antara lain pemerintah, perusahaan, atau perorangan dan Bank Dunia.

Dari aspek materil, utang luar negeri merupakan arus masuk modal dari luar ke dalam negeri yang dapat menambah modal yang ada di dalam negeri. Aspek formal mengartikan utang luar negeri sebagai penerimaan atau pemberian yang dapat digunakan untuk meningkatkan investasi guna menunjang pertumbuhan ekonomi. Sehingga berdasarkan aspek fungsinya, pinjaman luar negeri merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan yang diperlukan dalam pembangunan.

Hutang Indonesia terhadap luar negeri dilansir dari Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN), baik pemerintah dan swasta pada September 2019 sebesar US$ 395,6 miliar atau sekitar Rp 5.538 triliun. ULN Indonesia pada kuartal III-2019 membengkak 10,41% dibandingkan triwulan III 2018 yang sebesar US$ 358,3 miliar.

Angka tersebut sangatlah tinggi, Indonesia termasuk kedalam kategori dengan hutang luar negeri yang besar. Utang negara Indonesia yang dari tahun ke tahun selalu meningkat jumlahnya, sebetulnya tidak hanya utang luar negeri saja, melainkan juga dalam negeri. Salah satu penyebab membengkaknya hutang negara Indonesia adalah dikarenakan program infrastruktur yang ekspansif yang tentunya sangat membutuhkan banyak dana untuk berlangsungnya program tersebut agar berjalan dengan baik dan sesuai. Karena dari segi APBN pun pendapatan negara Indonesia selalu lebih rendah dari pengeluaran yang dikeluarkan, angka belanja yang tinggi dengan pendapatan yang tidak sesuai dan seimbang inilah, yang menyebabkan negara Indonesia harus berhutang, dengan tujuan dapat menutupi kekurangan baiaya yang diperlukan.

Negara berkembang seperti Indonesia yang sedang melakukan pembangunan di segala bidang terhambat pada faktor pendanaan. Untuk mempercepat gerak pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka sumber pendanaan yang digunakan oleh Indonesia adalah salah satunya bersumber dari utang. Penggunaan utang sebagai salah satu sumber pendanaan dalam mempercepat pembangunan nasional digunakan karena sumber pendanaan dari tabungan dalam negeri jumlahnya sangat terbatas, sehingga sebagai sumber pendanaan, utang khususnya utang dari luar negeri sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah pembiayaan dalam pembangunan. Sumber pendanaan yang berasal dari utang menjadi salah satu alternatif biaya pembangunan bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Menurut pandangan saya, situasi hutang yang seperti itu saya tidak bisa memastiakan apakah masih dalam keadaan baik atau bahkan berbahaya dan darurat. Tetapi yang saya lihat, dalam kacamata masyarakat umumnya sebagai rakyat, adanya peningkatan hutang pemerintah menyebabkan rakyat merasa khawatir, apalagi didukung dengan kondisi ekonomi yang sedang melemah.

Pada masa awal menjabat sebagai presiden tepatnya apada tahun 2014, Presiden Jokowidodo sempat menyatakan bahwa pemerintahan yang dipimpinnya itu telah diwarisi hutang luar negeri yang jumlahnya tidak sedikit, hal tersebut terjadi dikarenakan adanya sisa hutang luar negeri dari pemerintahan sebelumnya. Berita tersebut sempat meramaikan pemberitaan media massa dan menjadi isu politik yang sempat memicu keretakan hubungan antara mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Jokowi. Namun tak lama seiring berjalannya waktu hal tersebut dapat terselesaikan dan menjadi suatu pemahaman bersama secara tertutup.

Tak jarang memang, suatu negara berkembang sangat gencar melakukan program pembangunan, salah satunya Indonesia. Yang tengah disibukan dengan pembangungan nasional yakni program infrastruktur guna mengembangangkan negaranya. Tetapi, pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara berkembang seringkali terhambat dengan adanya masalah pendanaan sehingga kemudian langkah yang dilakukan yaitu dengan mengali lubang hutang yang bertujuan untuk menutupi kekurangan dana pembangunan nasional yang dilakukan.

Jika kita memiliki poros pada Undang-Undang yang ada pada UU nomor 1 tahun 20014 tentang suatu Pembendahraan atau Pengaturan Uang Negara, utang adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh pemerintah pusat atau dapat juga dikatakan sebagai, suatu kewajiban pemerintah pusat yang dapat dibayarkan atau digantikan dengan uang yang didasarkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, dapat juga berupa perjanjian, atau bisa juga didasarkan sebab lainnya yang sah.

Dengan isu bahwa hutang luar negeri yang kian membengkak dari tahun ke tahunnya, pemerintah seharusnya melakukan sesuatu agar dapat menutupi biaya pembangunan dengan melibatkan pihak nasional atau bahkan dapat juga melibatkan pihak swasta sekalipun yang memiliki suatu capital yang kuat dan kokoh. Sikap yang dilakukan oleh pemerintah dengan menumpukan utang luar negeri, tentunya bisa berdampak negative kepada perekonomian Indonesia, juga berdampak pada keamanan fiscal dimasa yang akan datang. Hutang yang dilakukan oleh pemerintah ini guna untuk membiayai program pembangunan infrastruktur yang sudah dijelaskan sebelumnya, bertujuan untuk mengembangakan berbagai aspek aspek nasional, agar dapat bersaingan dengan negara lain, sdan menjadi negara berkembang tersebut, menjadi negara yang maju.

Hutang yang dilakukan pemerintah tentunya memiliki beberapa dampak, dengan adanya penumpukan hutang atau bertambahnya hutang luar negeri yang terus dilakukann secara terus menerus oleh pemerintah akan berdampak pada inflasi atau kestabilan nilai tukar mata uang negara. Hal tersebut nantinya akan mengakibatkan terganggunya keamanan fiscal dari suatu negara. Disamping itu, jikan tidak dilunasi, maka akan terjadinya suatu ketergantungan dan akan menyebabkan boomerang untuk pemerintahan selanjutnya.

Walaupun memang informasi yang didapatkan bahwa, APBN memberi suatu batasan atau peraturan kebijakan yang berisi, bahwasannya hutang suatu nefara tidak boleh melebihi atau lebih tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen). Penerintah harus menghitung secara cermat mengenai kemampuan membayar ditengah melemahnya daya beli masyarakat dan ketidak mampuan sumberdaya dalam rangka melunasi utang tersebut. Juga mencari cara dan berbagai strategi planning-planning yang harus dilakukan ketika mengalami beberapa kemungkinan yang nantinya akan hadir, sesuai dengan proporsinaya.

Bila kita asumsikan, ketika pemerintah ketergantungan terhadap utang luar negeri dan tidak cerdas dalam hal mengelola dana pinjaman tersebut akan menimbulkan beberapa kerugian dan memungkinkan munculnya masalah baru dalam suatu negara. Bila kita lihat dalam beberapa waktu kebelakang, BI mencatat utang luar negeri pemerintah mencapai pada akhir semester I 2019 itu naik 9,1% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 195,5 miliar. Sedangkan utang luar negeri swasta naik 11,4% menjadi US$196,3 miliar.

Peningkatan utang luar negeri pemerintah, menurut BI, seiring meningkatnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang kemudian mendorong pembelian neto Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan global oleh nonresiden pada kuartal II 2019.  Adapun pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif. Sementara meski utang swasta tumbuh lebih tinggi dari pemerintah, pertumbuhan pada akhir kuartal II 2019 tersebut lebih rendah dibandingkan akhir kuartal I 2019 yang mencapai kisaran 13%. Perlambatan ULN swasta disebabkan oleh meningkatnya pembayaran pinjaman oleh korporasi.

Secara sektoral, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian. Pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,9%. Di sisi lain, BI memastikan struktur ULN Indonesia tetap sehat. Kondisi tersebut tercermin antara lain dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal II 2019 sebesar 36,8%, membaik dibandingkan dengan rasio pada kuartal sebelumnya. Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh utang luar negeri berjangka panjang dengan pangsa 87,0% dari total ULN.

Pembangunan ekonomi merupakan prasyarat mutlak bagi negaranegara dunia ketiga, termasuk Indonesia, untuk memperkecil jarak ketertinggalannya di bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari negara-negara industri maju. Upaya pembangunan ekonomi di negaranegara tersebut, yang umumnya diprakarsai pemerintah, agak terkendala akibat kurang tersedianya sumber-sumber daya ekonomi yang produktif, terutama sumberdaya modal yang seringkali berperan sebagai katalisator pembangunan. Untuk mencukupi kekurangan sumberdaya modal ini, maka pemerintah negara yang bersangkutan berusaha untuk mendatangkan sumberdaya modal dari luar negeri melalui berbagai jenis pinjaman. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang, ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai persoalan ekonomi di Indonesia. Pada masa krisis ekonomi, utang luar negeri Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, telah meningkat drastis dalam hitungan rupiah. Sehingga, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menambah utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang telah jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan dibayar melalui APBN RI dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal ini menyebabkan berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa mendatang, sehingga jelas akan membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak di Indonesia.

Adapun beberapa dampak hutang luar negeri, yang pertama yaitu kenya, menurut penelitian  hasil empiris menunjukkan bahwa akumulasi utang luar negeri memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan investasi swasta. Namun, hasilnya juga menunjukkan bahwa arus masuk utang saat ini merangsang investasi swasta. Pelayanan utang tampaknya tidak mempengaruhi pertumbuhan secara negatif tetapi memiliki efek crowding-out pada investasi swasta. Implikasi kebijakan tertentu muncul dari penelitian ini. Pencapaian simultan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan utang luar negeri tampaknya sulit saat ini dan bisa tetap sulit dipahami jika langkah-langkah agresif tidak dilakukan. Mengingat resesi ekonomi saat ini dan arus keluar neto negatif, hasil yang diperoleh dari penelitian ini mendukung perlunya Kenya dipertimbangkan untuk langkah-langkah pengurangan utang yang komprehensif. Ada prospek bahwa ketersediaan aliran sumber daya ini dapat merangsang investasi swasta jika digunakan secara produktif. Tantangan utama bagi pemerintah adalah memastikan efisiensi dalam pemberian layanan dan peningkatan produktivitas investasi publik.

Menurut Elsevier, utang luar negeri negara-negara miskin naik ke tingkat yang merupakan 'krisis utang” Sumber utama utang luar negeri adalah pendapatan surplus yang dihasilkan oleh kenaikan harga minyak yang signifikan. Sayangnya, banyak negara gagal menggunakan hutang luar dengan bijaksana dan bijaksana. Ketika pendapatan dari penjualan minyak mulai menurun karena harga minyak yang rendah selama tahun 1980-an, negara-negara miskin yang berutang banyak (HIPCs) mengalami kesulitan untuk membayar hutang.

Penelitian dari, baba mengatakan alasan dasar hutang luar negeri di negara-negara berkembang adalah untuk memenuhi kekurangan “savinginvestment” Negara-negara berkembang mengalami defisit, hal ini dipicu untuk meminjam dari negara-negara maju internasional negara mengambil utang dari sumber eksternal karena berbagai alasan penghasilan mereka rendah, dengan defisit anggaran atau mereka memiliki investasi rendah. Selain itu, Soludo  menegaskan bahwa negara meminjam untuk dua kategori besar, alasan ekonomi makro atau untuk membiayai defisit neraca sementara yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.

Krumm mengatakan penyebab terjadinya hutang luar negeri yaitu, dikarenakan negara berkembang di negara tersebut menggunakan akses uang atau dana seluas luasnya untuk keperluan pribadi dan juga kredit perdagangan lainnya. Dan membelajakan hal lainnya untuk keperluan public.

Utang luar negeri tetap menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi negara-negara berpenghasilan rendah seperti Nigeria karena defisit anggaran yang konstan, neraca pembayaran yang tidak menguntungkan, dan sebagian besar penting kebutuhan yang tak terhindarkan untuk industrialisasi. Soludo menegaskan bahwa neraca pembayaran dan defisit anggaran adalah dua masalah utama yang menyebabkan akuisisi pinjaman luar negeri. Ketika negara-negara berpenghasilan rendah dihadapkan dengan ini

Dilema, mereka tidak memiliki pilihan selain beralih ke Lembaga Keuangan Internasional dan Pemimpin bilateral untuk pinjaman. Ketika pinjaman tersebut diperoleh oleh suatu negara, pembayaran hutang menjadi urutan hari dan jika tidak ditangani dengan baik, pertumbuhan ekonomi awalnya dimaksudkan akan jauh jangkauannya dalam proses. Menurut Udeh (2013), penyelesaian dari utang luar negeri yang berlebihan menghambat pertumbuhan negara-negara miskin yang paling berhutang budi (HIPC) telah menyebabkan merangkul banyak inisiatif mulai dari utang penataan ulang untuk pencabutan mutlak.

           



Published by: Bidang Media dan Informasi

Written by: Fitri Rahmadani 

 

 

 

 

 

 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar