"Utang Luar Negeri Indonesia”
Akhir - akhir ini, Indonesia sedang di ributkan dengan
utang luar negeri yang setiap tahunnya meningkat tinggi. Utang luar negeri atau
biasa juga disebut kredit luar negeri, yaitu sebagian dari total utang suatu
negara yang diperoleh dari kreditor di luar negeri dalam artian negera luar,
selain itu Negara tersebut Penerimaan utang luar negeri di dapat dari beberapa
pihak antara lain pemerintah, perusahaan, atau perorangan dan Bank Dunia.
Dari aspek materil, utang luar negeri merupakan arus
masuk modal dari luar ke dalam negeri yang dapat menambah modal yang ada di
dalam negeri. Aspek formal mengartikan utang luar negeri sebagai penerimaan
atau pemberian yang dapat digunakan untuk meningkatkan investasi guna menunjang
pertumbuhan ekonomi. Sehingga berdasarkan aspek fungsinya, pinjaman luar negeri
merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan yang diperlukan dalam
pembangunan.
Hutang Indonesia terhadap luar negeri dilansir dari Bank
Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN), baik pemerintah dan swasta
pada September 2019 sebesar US$ 395,6 miliar atau sekitar Rp 5.538 triliun. ULN
Indonesia pada kuartal III-2019 membengkak 10,41% dibandingkan triwulan III
2018 yang sebesar US$ 358,3 miliar.
Angka tersebut sangatlah tinggi, Indonesia termasuk
kedalam kategori dengan hutang luar negeri yang besar. Utang negara Indonesia
yang dari tahun ke tahun selalu meningkat jumlahnya, sebetulnya tidak hanya
utang luar negeri saja, melainkan juga dalam negeri. Salah satu penyebab
membengkaknya hutang negara Indonesia adalah dikarenakan program infrastruktur
yang ekspansif yang tentunya sangat membutuhkan banyak dana untuk
berlangsungnya program tersebut agar berjalan dengan baik dan sesuai. Karena
dari segi APBN pun pendapatan negara Indonesia selalu lebih rendah dari
pengeluaran yang dikeluarkan, angka belanja yang tinggi dengan pendapatan yang
tidak sesuai dan seimbang inilah, yang menyebabkan negara Indonesia harus
berhutang, dengan tujuan dapat menutupi kekurangan baiaya yang diperlukan.
Negara berkembang seperti Indonesia yang sedang melakukan
pembangunan di segala bidang terhambat pada faktor pendanaan. Untuk mempercepat
gerak pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional, maka sumber pendanaan
yang digunakan oleh Indonesia adalah salah satunya bersumber dari utang.
Penggunaan utang sebagai salah satu sumber pendanaan dalam mempercepat
pembangunan nasional digunakan karena sumber pendanaan dari tabungan dalam
negeri jumlahnya sangat terbatas, sehingga sebagai sumber pendanaan, utang
khususnya utang dari luar negeri sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah
pembiayaan dalam pembangunan. Sumber pendanaan yang berasal dari utang menjadi
salah satu alternatif biaya pembangunan bagi negara-negara yang sedang
berkembang seperti Indonesia.
Menurut pandangan saya, situasi hutang yang seperti itu saya
tidak bisa memastiakan apakah masih dalam keadaan baik atau bahkan berbahaya
dan darurat. Tetapi yang saya lihat, dalam kacamata masyarakat umumnya sebagai
rakyat, adanya peningkatan hutang pemerintah menyebabkan rakyat merasa
khawatir, apalagi didukung dengan kondisi ekonomi yang sedang melemah.
Pada masa awal menjabat sebagai presiden tepatnya apada
tahun 2014, Presiden Jokowidodo sempat menyatakan bahwa pemerintahan yang
dipimpinnya itu telah diwarisi hutang luar negeri yang jumlahnya tidak sedikit,
hal tersebut terjadi dikarenakan adanya sisa hutang luar negeri dari
pemerintahan sebelumnya. Berita tersebut sempat meramaikan pemberitaan media
massa dan menjadi isu politik yang sempat memicu keretakan hubungan antara
mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Jokowi. Namun tak lama
seiring berjalannya waktu hal tersebut dapat terselesaikan dan menjadi suatu
pemahaman bersama secara tertutup.
Tak jarang memang, suatu negara berkembang sangat gencar
melakukan program pembangunan, salah satunya Indonesia. Yang tengah disibukan
dengan pembangungan nasional yakni program infrastruktur guna mengembangangkan
negaranya. Tetapi, pembangunan yang dilakukan oleh negara-negara berkembang
seringkali terhambat dengan adanya masalah pendanaan sehingga kemudian langkah
yang dilakukan yaitu dengan mengali lubang hutang yang bertujuan untuk menutupi
kekurangan dana pembangunan nasional yang dilakukan.
Jika kita memiliki poros pada Undang-Undang yang ada pada
UU nomor 1 tahun 20014 tentang suatu Pembendahraan atau Pengaturan Uang Negara,
utang adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh pemerintah pusat atau
dapat juga dikatakan sebagai, suatu kewajiban pemerintah pusat yang dapat
dibayarkan atau digantikan dengan uang yang didasarkan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dapat juga berupa perjanjian, atau bisa juga didasarkan sebab
lainnya yang sah.
Dengan isu bahwa hutang luar negeri yang kian membengkak
dari tahun ke tahunnya, pemerintah seharusnya melakukan sesuatu agar dapat
menutupi biaya pembangunan dengan melibatkan pihak nasional atau bahkan dapat
juga melibatkan pihak swasta sekalipun yang memiliki suatu capital yang kuat
dan kokoh. Sikap yang dilakukan oleh pemerintah dengan menumpukan utang luar
negeri, tentunya bisa berdampak negative kepada perekonomian Indonesia, juga
berdampak pada keamanan fiscal dimasa yang akan datang. Hutang yang dilakukan
oleh pemerintah ini guna untuk membiayai program pembangunan infrastruktur yang
sudah dijelaskan sebelumnya, bertujuan untuk mengembangakan berbagai aspek
aspek nasional, agar dapat bersaingan dengan negara lain, sdan menjadi negara
berkembang tersebut, menjadi negara yang maju.
Hutang yang dilakukan pemerintah tentunya memiliki
beberapa dampak, dengan adanya penumpukan hutang atau bertambahnya hutang luar
negeri yang terus dilakukann secara terus menerus oleh pemerintah akan
berdampak pada inflasi atau kestabilan nilai tukar mata uang negara. Hal
tersebut nantinya akan mengakibatkan terganggunya keamanan fiscal dari suatu
negara. Disamping itu, jikan tidak dilunasi, maka akan terjadinya suatu
ketergantungan dan akan menyebabkan boomerang untuk pemerintahan selanjutnya.
Walaupun memang informasi yang didapatkan bahwa, APBN memberi
suatu batasan atau peraturan kebijakan yang berisi, bahwasannya hutang suatu
nefara tidak boleh melebihi atau lebih tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen).
Penerintah harus menghitung secara cermat mengenai kemampuan membayar ditengah
melemahnya daya beli masyarakat dan ketidak mampuan sumberdaya dalam rangka
melunasi utang tersebut. Juga mencari cara dan berbagai strategi
planning-planning yang harus dilakukan ketika mengalami beberapa kemungkinan
yang nantinya akan hadir, sesuai dengan proporsinaya.
Bila kita asumsikan, ketika pemerintah ketergantungan
terhadap utang luar negeri dan tidak cerdas dalam hal mengelola dana pinjaman
tersebut akan menimbulkan beberapa kerugian dan memungkinkan munculnya masalah
baru dalam suatu negara. Bila kita lihat dalam beberapa waktu kebelakang, BI
mencatat utang luar negeri pemerintah mencapai pada akhir semester I 2019 itu
naik 9,1% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi US$ 195,5 miliar.
Sedangkan utang luar negeri swasta naik 11,4% menjadi US$196,3 miliar.
Peningkatan utang luar negeri pemerintah, menurut BI,
seiring meningkatnya kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang
kemudian mendorong pembelian neto Surat Berharga Negara (SBN) domestik dan
global oleh nonresiden pada kuartal II 2019.
Adapun pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai
pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif. Sementara
meski utang swasta tumbuh lebih tinggi dari pemerintah, pertumbuhan pada akhir
kuartal II 2019 tersebut lebih rendah dibandingkan akhir kuartal I 2019 yang
mencapai kisaran 13%. Perlambatan ULN swasta disebabkan oleh meningkatnya
pembayaran pinjaman oleh korporasi.
Secara sektoral, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa
keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik,
gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian.
Pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,9%.
Di sisi lain, BI memastikan struktur ULN Indonesia tetap sehat. Kondisi
tersebut tercermin antara lain dari rasio utang luar negeri Indonesia terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal II 2019 sebesar 36,8%, membaik
dibandingkan dengan rasio pada kuartal sebelumnya. Selain itu, struktur ULN
Indonesia tetap didominasi oleh utang luar negeri berjangka panjang dengan
pangsa 87,0% dari total ULN.
Pembangunan ekonomi merupakan prasyarat mutlak bagi
negaranegara dunia ketiga, termasuk Indonesia, untuk memperkecil jarak
ketertinggalannya di bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dari
negara-negara industri maju. Upaya pembangunan ekonomi di negaranegara
tersebut, yang umumnya diprakarsai pemerintah, agak terkendala akibat kurang
tersedianya sumber-sumber daya ekonomi yang produktif, terutama sumberdaya
modal yang seringkali berperan sebagai katalisator pembangunan. Untuk mencukupi
kekurangan sumberdaya modal ini, maka pemerintah negara yang bersangkutan
berusaha untuk mendatangkan sumberdaya modal dari luar negeri melalui berbagai
jenis pinjaman. Dalam jangka pendek, utang luar negeri sangat membantu
pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan
belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
yang cukup besar. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi dapat dipacu sesuai
dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi dalam jangka panjang,
ternyata utang luar negeri pemerintah tersebut dapat menimbulkan berbagai
persoalan ekonomi di Indonesia. Pada masa krisis ekonomi, utang luar negeri
Indonesia, termasuk utang luar negeri pemerintah, telah meningkat drastis dalam
hitungan rupiah. Sehingga, menyebabkan pemerintah Indonesia harus menambah
utang luar negeri yang baru untuk membayar utang luar negeri yang lama yang
telah jatuh tempo. Akumulasi utang luar negeri dan bunganya tersebut akan
dibayar melalui APBN RI dengan cara mencicilnya pada tiap tahun anggaran. Hal
ini menyebabkan berkurangnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat pada masa
mendatang, sehingga jelas akan membebani masyarakat, khususnya para wajib pajak
di Indonesia.
Adapun beberapa dampak hutang luar negeri, yang pertama
yaitu kenya, menurut penelitian hasil
empiris menunjukkan bahwa akumulasi utang luar negeri memiliki dampak negatif
pada pertumbuhan ekonomi dan investasi swasta. Namun, hasilnya juga menunjukkan
bahwa arus masuk utang saat ini merangsang investasi swasta. Pelayanan utang
tampaknya tidak mempengaruhi pertumbuhan secara negatif tetapi memiliki efek
crowding-out pada investasi swasta. Implikasi kebijakan tertentu muncul dari
penelitian ini. Pencapaian simultan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
dan utang luar negeri tampaknya sulit saat ini dan bisa tetap sulit dipahami
jika langkah-langkah agresif tidak dilakukan. Mengingat resesi ekonomi saat ini
dan arus keluar neto negatif, hasil yang diperoleh dari penelitian ini
mendukung perlunya Kenya dipertimbangkan untuk langkah-langkah pengurangan
utang yang komprehensif. Ada prospek bahwa ketersediaan aliran sumber daya ini
dapat merangsang investasi swasta jika digunakan secara produktif. Tantangan
utama bagi pemerintah adalah memastikan efisiensi dalam pemberian layanan dan
peningkatan produktivitas investasi publik.
Menurut Elsevier, utang luar negeri negara-negara miskin
naik ke tingkat yang merupakan 'krisis utang” Sumber utama utang luar negeri
adalah pendapatan surplus yang dihasilkan oleh kenaikan harga minyak yang
signifikan. Sayangnya, banyak negara gagal menggunakan hutang luar dengan
bijaksana dan bijaksana. Ketika pendapatan dari penjualan minyak mulai menurun
karena harga minyak yang rendah selama tahun 1980-an, negara-negara miskin yang
berutang banyak (HIPCs) mengalami kesulitan untuk membayar hutang.
Penelitian dari, baba mengatakan alasan dasar hutang luar
negeri di negara-negara berkembang adalah untuk memenuhi kekurangan
“savinginvestment” Negara-negara berkembang mengalami defisit, hal ini dipicu
untuk meminjam dari negara-negara maju internasional negara mengambil utang
dari sumber eksternal karena berbagai alasan penghasilan mereka rendah, dengan
defisit anggaran atau mereka memiliki investasi rendah. Selain itu, Soludo menegaskan bahwa negara meminjam untuk dua
kategori besar, alasan ekonomi makro atau untuk membiayai defisit neraca
sementara yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi
kemiskinan.
Krumm mengatakan penyebab terjadinya hutang luar negeri
yaitu, dikarenakan negara berkembang di negara tersebut menggunakan akses uang
atau dana seluas luasnya untuk keperluan pribadi dan juga kredit perdagangan
lainnya. Dan membelajakan hal lainnya untuk keperluan public.
Utang luar negeri tetap menjadi salah satu tantangan
utama yang dihadapi negara-negara berpenghasilan rendah seperti Nigeria karena
defisit anggaran yang konstan, neraca pembayaran yang tidak menguntungkan, dan
sebagian besar penting kebutuhan yang tak terhindarkan untuk industrialisasi.
Soludo menegaskan bahwa neraca pembayaran dan defisit anggaran adalah dua
masalah utama yang menyebabkan akuisisi pinjaman luar negeri. Ketika
negara-negara berpenghasilan rendah dihadapkan dengan ini
Dilema, mereka tidak memiliki pilihan selain beralih ke Lembaga
Keuangan Internasional dan Pemimpin bilateral untuk pinjaman. Ketika pinjaman
tersebut diperoleh oleh suatu negara, pembayaran hutang menjadi urutan hari dan
jika tidak ditangani dengan baik, pertumbuhan ekonomi awalnya dimaksudkan akan
jauh jangkauannya dalam proses. Menurut Udeh (2013), penyelesaian dari utang
luar negeri yang berlebihan menghambat pertumbuhan negara-negara miskin yang
paling berhutang budi (HIPC) telah menyebabkan merangkul banyak inisiatif mulai
dari utang penataan ulang untuk pencabutan mutlak.
Published by: Bidang Media dan Informasi
Written by: Fitri Rahmadani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar